Rabu, 14 Februari 2018

Persepsi, Kognisi Dan Emosi Dalam Negosiasi




A. PERSEPSI
Image result for persepsi
Menurut Matsumoto (2008), dalam psikologi tradisional, sensasi dan persepsi adalah tentang memahami bagaimana kita menerima stimulasi dari lingkungan dan bagaimana kita memproses stimulus tersebut. Persepsi biasanya dimengerti sebagai bagaimana informasi yang berasal dari organ yang tersetimulasi diproses, termasuk bagaimana informasi tersebut diseleksi, ditata, dan ditafsirkan. Persepsi mengacu pada proses di mana informasi inderawi diterjemahkan menjadi sesuatu yang bermakna.
1. Hubungan antara persepsi dan proses negosiasi
Selama proses negosiasi, sangat penting untuk menjaga persepsi diantara pihak yang terlibat. Sehingga penyampaian gagasan masing-masing pihak seharusnya harus dapat diterima dengan jelas oleh pihak lawan. Sehingga tidak menimbulkan mispersepsi yang berakibat terhadap kepentingan/ keputusan yang diperoleh tidak dapat sesuai dengan keinginan awal.
·  Distorsi Persepsi
    1. Stereotip: adalah adanya generalisasi terhadap suatu objek, sehingga negosiator akan memiliki prasangka/ prejudifikasi terhadap objek yang memiliki faktor/ latar belakang tertentu tersebut  secara umum, ditandai dengan pemberian label, simbol ataupun identitas tertentu. Misalnya adalah penilaian terhadap negosiator tertentu yang berasal Jepang, yang mana adalah tipe to the point, dengan anggapan terhadapnya sebagai orang yang kurang berinteraksi, tidak terlalu ramah, dan sebagainya.
    1. Efek Halo: Persepsi yang muncul akibat dari latarbelakang seorang negosiator yang telah dipercaya oleh lawan negosiator. Misalnya adalah presiden Sukarno, dalam mengikuti konferensi internasional, akan dinilai sebagai sosok yang  kharismatik dan tangguh, yang tercermin dari usahanya memperjuangkan NKRI.
    1. Persepsi Selektif: merupakan persepsi yang telah tersaring dengan suatu faktor yang dipengaruhi atas preferensi negosiator itu sendiri. Misalnya persepsi bahwa negosiasi akan cenderung lebih mudah dilakukan dengan orang yang to the point, maka lawan negosiator yang memiliki indikasi/ ciri-ciri to the point akan dianggap lebih mudah diajak bernegosiasi, misalnya tegas dalam menyampaikan gagasan dan serius dalam menghadapi negosiator lawan.
    1. Proyeksi: merupakan hasil yang hendak dicapai atau yang dijadikan asumsi dasar dan digunakan sebagai rancangan atau pedoman yang ingin dicapai selama proses negosiasi. Misalnya negosiasi Indonesia dengan Malaysia mengenai wilayah, proyeksinya bahwa Indonesia harus memiliki kemampuan hingga tingkat tertentu sehingga dapat mencapai hasil semaksimal mungkin.
2. Pembingkaian
Bingkai adalah mekanisme subjektif dimana orang mengevaluasi dan memahami situasi, membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut (Bateson, 1972;Goffman, 1974).
· Jenis-jenis bingkai :
a. Substantif – konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak yang menggunakan bingkai substantive memiliki disposisi tertentu mengenai isu kunci atau kepedulian terhadap konfik.
b. Hasil – predisposisi pihak untuk mencapai hasil spesifik atau hasil dari negosiasi.
c.  Aspirasi – predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan dalam negosiasi.
d. Proses – bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
e. Identitas – bagaimana pihak-pihak mengartikan “siapa mereka” berdasarkan kelompok-kelompok yang berbeda (jenis kelamin, agama, etc)
f.  Karakterisasi -  bagaimana pihak – pihak mengartikan pihak lain. Bingkai karakterisasi dapat dibentuk degan jelas oleh pengalaman dari pihak lain.
g. Kalah-menang – bagaimana pihak-pihak mengartikan resiko atau penghargaan yang terkait dengan hasil tertentu.

Dalam negosiasi, sulit untuk mengetahui bingkai apa yang digunakan suatu pihak keculai pihak tersebut memberi tahu atau apabila membuat dugaan dari perilaku pihak tersebut. Berikut adalah pandangan dan studi efek pembingkaian:
a.   Negosiator dapat menggunakan lebih dari satu bingkai.
b. Ketidakcocokan dalam bingkai antara beberapa pihak merupakan sumber konflik.
c. Pihak-pihak bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkainya.
d. Bingkai spesifik kemungkinan digunakan dengan jenis isu tertentu.
e. Jenis bingkai tertentu mungkin mengarah pada tipe kesepakatan tertentu.
f.  Pihak-pihak kemungkinan menerima sebuah bingkai tertentu karena berbagai faktor.
·  Bingkai isu berubah seiring perkembangan negosiasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana percakapan dan bingkai tebentuk:
a. Negosiator cenderung berargumen untuk isu yang ada, atau kekhawatiran yang meningkat saat pihak-pihak bernegosiasi. Misalnya, isu gaji atau kondisi bekerja selalu dibahas dalam negosiasi buruh.
b. Dalam mencari cara untuk mendapatkan kemungkinan terbaik untuk pandangannya, suatu pihak mengumpulkan fakta, angka, testimony, atau bukti lain untuk memperkuat argumennya dan meyakinkan pihak lain.
c. Bingkai-bingkai mungkin mendefinisikan pertukaran utama dan transisi dalam negosiasi keseluruhan yang kompleks.
d. Akhirnya, beberapa hal dan agenda beroperasi untuk memebentuk perkembengan isu.

B.   KOGNISI
Image result for kognisi



Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah masukan-masukan dari indera menjadi pengetahuan (Matsumoto, 2008). Menurut Tri Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah pemberian kategori pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya. Selain kedua hal di atas, pemberian kategori juga biasanya didasarkan pada fungsi dari masing-masing objek tersebut. Proses-proses mental dari kognisi mencakup persepsi, pemikiran rasional, dan seterusnya. Ada beberapa aspek kognisi, yaitu kategorisasi (pengelompokkan), memori (ingatan) dan pemecahan masalah (problem solving).
Kognisi adalah aspek yang harus diperhatikan dan dipahami antar negosiator yang mencakup latar belakang serta minat, target maupun perspektif. Sehingga tercipta persepsi yang benar dan bukan mispersepsi yang tidak diharapkan terjadi.
1.  Bias Kognitif Dalam Negosiasi
Kesalahan secara sistematis yang dilakukan oleh negosiator akibat dari misinterpretasi terhadap informasi yang diperoleh selama proses negosiasi, sehingga dinilai memiliki kecenderungan menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal.
·      Bias kognitif dalam negosiasi dan cara mengatasinya
a. Eskalasi komitmen yang irrasional, tindakan yang diambil negosiator yang sudah tidak mempedulikan apa yang perlu dievaluasi, karena tindakan yang sama terus dilakukan  tanpa melihat bagaimana hasil yang telah dicapai, sehingga hasilnya tidak optimal bahkan sia-sia. Hal ini dapat diatasi dengan adanya penasihat yang dapat memberikan pencerahan bahwa tindakan tersebut sudah tidak lagi optimal dan hanya membuang sumber daya.
b. Keyakinan pada harga mati (rigid), menganggap bahwa hasil yang dicapai dalam nnegosiasi tidak sesuai yang diharapkan atau kebuntuan, sehingga tidak melakukan tindakan lain dengan asumsi bahwa tindakannya akan sia-sia. Dapat diatasi dengan memberikan dukungan terhadap negosiator dengan mencari  tindakan alternatif yang diyakini akan berhasil.
c. Pengarahan dan penyesuaian, merupakan penilaian atas input yang diterima negosiator tersebutbertolak belakang dengan kepentingan awalnya, sehingga cenderung untuk mengambil tindakan penyesuaian yang berlawanan/ skeptis, atau mempertimbangkan kembali tindakan apa yang perlu diambil, persiapan dengan bantuan advokat berlawanan atau pemeriksaan realitas diharapkandapat mencegah bias tersebut.
d. Pembingkaian Isu dan Resiko, dalam menggunakan perspektif saat proses negosiasi, maka akan ada kemungkinan yang menyebabkan negosiator harus menghindari tindakan tertentu sehinggga terkesan “cari aman”/ tidak mengambil resiko, dihindari dengan kepekaan terhadap bias, pemahaman informasi dan analisa menyeluruh sehingga  diterima bahwa resiko itu pasti dan pencapaian lebih tinggi dapat dicapai.
e. Ketersediaan Informasi, bahwa informasi yang disampaikan dalam proses negosiasi harus dapat dengan mudah didapatkan/ diterima oleh negosiator lawan sehingga juga memudahan dalam evaluasi selanjutnya. Maka dengan cara penyampaian yang menarik dan atraktif dinilai akan mempermudah penerimaan serta membuatnya mudah diingat.
f. Kutukan pemenang, ketidakpuasan yang muncul atas kemudahan terhadap keberhasilan selama proses negosiasi, sehingga menganggap apakah memang dalam negosiasi terlalu banyak power/ resource yang dikeluarkan terhadap negosiator lawan, atau seharusnya ada kesepakatan yang senderung lebih baik dan menguntungkan. Untuk mengatasinya,persiapan menyeluruh dan investigasi terhadap isu hingga opsi alternatif/ keuntungan yang lain dalam negosiasi yang dinilai cenderung lebih baik.
g. Kepercayaan diri berlebih, memiliki segi positif yaitu menguatkan persepsi negosiator status/ posisi yang dimiliki, tetapi dampak negatifnya adalah menganggap terlalu mudah proses negosiasi tersebut dilakukan dan dengan hasil yang optimal, sehhingga negosiator memiliki kecenderungan untuk lengah dan hasil yang didapatkan  justru sebaliknya. Maka sebaiknya, proporsionalitas atas percaya diri, kemampuan, persiapan, dan analisa terhadap power/ resource perlu dijaga.
h. Hukum angka kecil, dalam melakukan tindakan dan mengambil keputusan hanya berasal dari pertimbangan yang terlalu sedikit, atau kurangnya aspek/ faktor lain yang perlu diperhatikan serta sampel/ hasil data yang sedikit. Sehingga mengakibatkan ketidakakuratan tindakan/ keputusan tersebut. Maka hendaknya mengambil banyak faktor yang perlu diperhatikan serta analisa yang mendalam supaya hasilnya akurat dalam berbagai kondisi.
i. Bias pelayanan diri, pemberian atribut terhadap tindakan negosiator tertentu yang berlatarbelakan atas faktor internal yang dialami oleh negosiator tersebut, sehingga kurang memperhatikan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tindakan/ sikap yang muncul. Hendaknya sebagaimana sebelumnya, memperhatikan apa yang ada dari segala aspek sehingga dapat dianalisa secara dalam dan didapatkan apa yang benar dan merupakan penyebabnya.
j. Pengaruh dukungan, dengan adanya dukungan akan meningkatkan keyakinan/ optimis terhadap hasil negosiasi, sehingga akan berakibat seperti poin kepercayaan diri berlebih diatas, dan mengganggu pencapaian kesepakatan yang paling baik. Maka dukungan tersebut harusnya disikapi sebagai motivasi eksternal seorang negosiator dalam mewujudkan kepentingan, bukan hanya resource yang tersedia.
k. Mengabaikan kognisi pihak lain, yaitu dengan sikap negosiator yang kurang/ tidak memperhatikan pemikiran dan persepsi pihak lain, sehingga persepsi dirinya terhadap pihak lain akan tidak harmonis sehingga terjadi kesalahan penafsiran apa sikap/ tindakan yang hendak diambil oleh negosiator lawannya. Maka seorang negosiator hendaknya berusaha untuk memahami secara akurat latar belakang baik itu minat, target mauun perspektif negosiator lawannya.
l. Proses devaluasi reaktif,  penggunaan dasar emosionalitas dan ketidakpercayaan terhadap pihak lain serta cenderung subjektif. Sehingga akan menilai rendah dan mendevaluasi konsesi pihak lawan. Maka, seorang negosiator hendaknya menjunjung tinggi objektivitas proses negosiasi dan menghindari penggunaan dasar emosi maupun prasangka yang buruk.
C. EMOSI
 Image result for emosi
Emosi adalah aspek psikologis negosiator yang harus dijaga tetap dalam sisi yang positif, sehingga menciptakan konsekuensi terjadinya negosiasi yang lebih integratif dan kesepahaman atas sikap positif satu sama lain.
Yang diharapkan, bahwa dengan adanya emosi yang positif sehingga menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif serta dukungan kognisi yang mencakup berbagai aspek yaitu minat, target maupun perspektif dengan saling memahami antar pihak negosiator, maka akan menciptakan proses dan hasil negosiasi yang optimal antara kedua belah pihak.
Seorang negosiator seharusnya menganggap proses negosiasi sebagai kesempatan untuk berkolaborasi dan memecahkan masalah secara bersama-sama. Hindarilah penggunaan kata-kata seperti ‘aku’, ‘saya’, ‘kamu’, atau pun ‘anda’, karena itu akan membuat negosiasi terlihat seperti menuju ke arah kompetitif. Kata-kata ini menunjukkan bahwa saya akan menang dan anda akan kalah, atau sebaliknya, sehingga akan sulit untuk mencapai hasil win-win. Maka sebaiknya cobalah untuk menggunakan kata ‘kami’, karena kata tersebut menggambarkan bahwa kita dan klien berada pada sisi yang sama. Kata-kata yang kita gunakandalam negosiasisangat mempengaruhi suasana emosional rekan kita. Hindarikata-kata negatif yang dapat memancingemosional.
Dua hal yang paling mungkin untuk menggagalkan negosiasi adalah kemarahan dan ketakutan.
· Ada empat tipe dasar ketakutan:
a. Fear of the unknown. Orang-orang takut terhadap apa yang mereka tidak tahu. Solusi untuk menghadapi ketakutan ini adalah melakukan persiapan. Pelajari dan kumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan persiapkan plan B kita secara matang.
b. Fear of loss. Terkadang ketika seseorang merasa takut kalah, itu menjadi motivasi mereka sehingga mendapatkan hasil yang positif. Namun, tidak sedikit pula orang yang mengambil hasil yang buruk dikarenakan mereka takut kehilangan apa yang telah mereka investasikan. Sehingga sebelum melakukan negosiasi, kita harus tahu bottom line dan rencana B yang akan kita gunakan.
c. Fear of failure. Takut gagal berhubungan dengan emosional, seperti takut akan reputasinya turun, takut malu atau kehilangan muka. Biasanya ketakutan akan kegagalan lebih dirasa sulit untuk dihadapi dibandingkan ketakutan yang lainnya. Solusi untuk menghadapi ketakutan ini adalah dengan mempersiapkan dan mengecek tim negoisasi kita tentang apa saja yang akan dibicarakan.
d. Fear of rejection.Kebanyakan orang, setelah mendengar kata “tidak” langsung berkecil hati dan menyerah. Mereka menyamakan penolakan permintaan mereka sebagai penolakan kepada mereka secara pribadi, dan terkadang mereka hanya tidak ingin mengambil risiko untuk ditolak untuk kedua kalinya. Untuk mengatasi ketakutan akan penolakan, ingatkan diri kita bahwa hanya ide kita saja yang sedang ditolak, bukan diri kita. Penolakan mungkin terjadi karena rekan kita tidak mengerti permintaan kita, sehingga lanjutkan dengan pertanyaan “mengapa tidak?” agar kita memahami pemikirannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langkah-Langkah Negosiasi

1.   Persiapan ·       Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita...